* HSF FANFICTION, Ex @LittleQueen

One shot | I Went With

poster 50

By LITTLE QUEEN ft Putri

Main Cast  Kim Myung Soo, Han Sanghyuk, Park Jiyeon

Genre  Sad, Hurt, Angst

Length  One Shot

Credit Poster — by Little Queen @ http://littlequeenart.wordpress.com

Inspired of Girls day Expectation Lyrics

posted in Kim Myungsoo Fanfiction 

▼▼▼

What’s wrong with you? I go crazy because of you

Pagi hingga siang, siang hingga malam, malam hingga pagi kembali. Sepertinya hari-harinya kini makin terasa jenuh, sehingga membuatnya sangat suntuk dan berantakan. Tapi terkadang senyuman itu selalu mengembang disaat-saat yang paling menyakitkan.

Entah mengapa sudah tiga minggu namja itu berubah. Bahkan berubah drastis sehingga Ia tidak mengenal siapa namja itu lagi. Dibanding mengingat hal yang telah berlalu, lebih baik mulai membuat suasana baru agar namja yang dicintainya itu dapat merubah kembali pola pikir sehatnya.

Malam ini Jiyeon sudah menyiapkan masakan-masakan khas kesukaan dirinya, dan tidak lupa juga menyiapkan khusus untuk kekasihnya. Rasanya Ia tidak sabaran untuk menyambutnya dengan seulas senyuman tulus yang akan terpampang dari dirinya.

‘Semoga dengan cara ini kita akan mendapat suasana baru.’ Lirihnya.

Semua masakan sudah siap, Jiyeon mulai menata meja makan keramik yang berbentuk bundar, memasang taplak meja dengan corak cat air yang abstrak namun bernilai seni, merapikannya hingga ujung-ujungnya tidak ada yang terlihat berantakan. Setelahnya Ia mulai meletakkan setiap hidangan yang telah matang ke atas meja makan dan menatanya dengan sangat rapi. Ia tersenyum membayangkan akan sangat menarik karna sudah lama Ia tidak makan bersama dengan kekasihnya, apalagi makan dengan buatan rumah seperti yag baru saja dipersiapkan.

CKLEK

Suara pintu apartemen minimalis itu terdengar khas ditelinga Jiyeon. Seorang namja berparas tampan memakai kemeja putih masih lengkap dengan dasi hitamnya berjalan menuju ruang makan. Ia mendapati Jiyeon yang tersenyum sudah berdiri tegap dengan celemek yang masih tergatung dilehernya, akan tetapi rambut dan make up tipisnya tidak sama sekali berubah. Masih sangat cantik. Tapi namja itu hanya mendesis disertai senyuman licik di sudut bibirnya. Ia beralih membuka kulkas dua pintu, mengambil sebotol air dingin, dan meneguknya hingga tenggorokannya terasa lebih segar.

Jiyeon menghampirinya dengan sangat hati-hati. “How was your day, baby?” tanya Jiyeon sambil melepas dasi kekasihnya dan membuka kancing teratas kemejanya. Tetapi namja itu tidak menjawab, hanya menatap Jiyeon dengan tatapan mendelik.

“Aku sudah menyiapkan makan malam untuk kita. Mungkin kau sudah lapar karena seharian bekerja.” ajak Jiyeon penuh harap.

“Aku sudah kenyang. Karna aku sudah makan diluar. Jadi kau tidak perlu repot-repot menyiapkannya.”

“Ayolah Kim Myungsoo. Aku sudah membuatkannya khusus untukmu. Aku tahu sekali kau sangat suka masakanku, jadi aku buatkan semua ini.” Jiyeon menggenggam lengan kanannya dan memohon, tapi tidak ditanggapi oleh Myungsoo, kekasihnya. Myungsoo hendak melangkahkan kakinya menjauh dari Jiyeon menuju kamar.

Kini semua yang telah dipersiapkan sia-sia saja bagi Jiyeon. Entah mengapa sikapnya masih saja seperti itu. Sikapnya dingin, tidak peduli, dan tidak menghargai. Apa yang telah membuatnya seperti itu? Apa Jiyeon berbuat salah kepadanya sehingga sikapnya itu membuat Jiyeon merasakan pedih dalam hati kecilnya.

Jiyeon melepaskan celemek yang dipakainya saat memasak dan berjalan menuju ruang tv. Ia mengacak-acak rambutnya yang rapi menjadi berantakan. Bukan hal pertama kalinya Jiyeon seperti ini. Sudah sekitar tiga minggu Ia frustasi dengan sikap Myungsoo. Kenapa berubah secara tiba-tiba? Kenapa jika ada masalah tidak diceritakan? Sebenernya apa yang ada dalam pikiran Kim Myungsoo. Apa Myungsoo bosan dengan dirinya? Atau bahkan tidak mencintainya lagi?

Tidak mungkin bagi Jiyeon. Pertanyaan-pertanyaan yang berkelebat dipikirannya itu tidak nyata. Tidak mungkin kekasihnya itu tidak mencintainya lagi. Sudah tiga tahun mereka menjalani hubungan yang sangat intim, dan mengapa kata ‘bosan’ hadir ketika semuanya telah berjalan dengan sangat indah di masa lalu.

Apa yang salah denganku Kim Myungsoo? ucap Jiyeon dalam hati dan tangisnya kini pecah.

▼▼▼

Noona, apa kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat dan tidak biasanya aku melihatmu seperti ini. Apa kau sakit?” Tanya Sanghyuk yang baru tiba di apartemen Jiyeon sepulang kuliahnya. Ia menangkap sosok Jiyeon dengan paras yang sangat menyedihkan baginya.

“Ne, gwaenchana. Jangan khawatir Sangyuk-ah, aku tidak apa-apa. Hanya saja,”

“Hanya saja apa noona? Apa yang Myungsoo hyung lakukan padamu? Apa kau sedang mempunyai masalah dengannya?” potong Sanghyuk dengan menyerbu beberapa pertanyaan.

“Sudahlah lupakan saja. Bagaimana kuliahmu?” alih-alih Jiyeon mengganti topik pembicaraan. Ia tidak mau memperumit situasi, karna Ia ingin memendam perlakuan Myungsoo terhadapnya yang kini sebenarnya diketahui oleh Sanghyuk. Sangat jelas diketahuinya, karena Sanghyuk sangat mengenal keduanya, terutama Jiyeon. Sanghyuk jauh lebih mengenal Jiyeon terlebih dahulu, sebelum Myungsoo benar-benar jatuh cinta pada Jiyeon−sunbae Sanghyuk semasa sekolah.

“Tolong jangan mengalihkan pembicaraanku noona. Ceritakan apa yang terjadi diantara kalian berdua? Aku tidak ingin dia melukai perasaanmu. Tolong jangan berbohong lagi padaku. Karna kau tidak akan pernah bisa menyembunyikannya dariku, dan tolong hargai keberadaanku.” protes Sanghyuk pada Jiyeon.

Memang mereka sudah saling mengenal, sejak keduanya berada di tingkat Senior High School. Mereka sangat dekat walaupun Jiyeon dua tahun lebih unggul dari Sanghyuk. Hubungan sunbae dan hoobae yang mereka jalani begitu dekat. Sampai ketika Sanghyuk mengajak Jiyeon kerumah keluarga Kim, memperkenalkan Jiyeon kepada keluarganya, dan pada akhirnya Myungsoo mulai menangkap sosok Jiyeon yang begitu menarik perhatiannya.

“Aku…a-aku….” Kata-kata Jiyeon terputus ketika mendengar suara pintu terbuka. Myungsoo masuk dengan menenteng tas kerjanya melewati Jiyeon dan Sanghyuk tanpa membuka mulut sedikitpun. Myungsoo melangkahkan kakinya malas dengan raut wajah yang masih sama seperti hari-hari sebelumnya.

Jiyeon yang sadar melihat raut wajah Myungsoo kelelahan, Ia beranjak dari duduknya meninggalkan Sanghyuk dan menghampiri Myungsoo. “Chagiya, apa kau sudah makan? Mau aku siapkan makanan? Kau sudah empat minggu tidak makan makanan rumahan. Itu tidak baik untuk kesehatanmu. Lihat saja wajahmu sudah terlihat seperti orang yang tidak pernah memakan sayuran.” Jiyeon hendak mengulurkan kedua tangannya, menyentuh dan membelai wajah Myungsoo.

“Sudahlah. Aku tidak menginginkan masakan buatanmu. Lagi pula, aku bosan dengan masakan rumahan. Lebih baik aku tidak makan sama sekali dibanding harus memakan masakan buatanmu.” Ketus Myungsoo membuat Jiyeon dan Sanghyuk sontak kaget. Jiyeon merasakan hatinya tertikam ribuan benda tajam ketika mendengar satu persatu kata yang dilontarkan Myungsoo. Ada apa dengannya?

‘Ayolah Kim Myungsoo. Aku tidak melarang kau berkata seperti itu. Tapi apa perlu kau mengatakannya di depan Sanghyuk? Aku sudah berusaha berpura-pura tidak terjadi apa-apa diantara kita, di depan Sanghyuk.’ Jiyeon meringis dalam hati. Matanya mulai berkaca-kaca, dan Ia hanya dapat menggigit bibir bawahnya.

Sanghyuk beberapa saat tidak berkutik, karna masih menelaah perkataan yang dilontarkan Myungsoo. Tapi ketika Ia sadar, sekarang sikap dan perilaku hyung nya benar-benar berubah dan tidak lagi seperti yang Ia lihat biasanya. Ketika Sanghyuk berkunjung ke apartemen Jiyeon, Ia selalu menangkap sepasang kekasih yang tengah bersenda gurau, bermesraan, dan terlihat sangat romantis. Tapi justru tidak untuk saat ini. Ia menyadari situasinya menjadi bertolak belakang. Ia benci dan tidak terima.

“Maksudmu apa hyung berkata seperti itu huh? Ada apa denganmu?” Tanya Sanghyuk tepat dihadapan Myungsoo dengan tatapan benci.

“Kau tahu apa anak kecil? Kau urus saja dirimu sendiri, tidak usah mengurusi urusan orang lain.” Ucap Myungsoo merendahkan adiknya.

Sanghyuk tidak tahan melihat sikapnya, dan Ia hendak memukul Myungsoo. “Kau!” tangan kanan Sanghyuk tertahan oleh genggaman Jiyeon yang membuatnya kembali menurunkan tangannya.

“Kau ingin memukulku eoh? Dasar anak kecil, bisa apa kau? Cih!”

“Sudahlah Sanghyukie.” Kata Jiyeon melerai.

Melihat tatapan nanar Jiyeon, Sanghyuk dengan terpaksa harus meredam emosinya. Sedangkan Myungsoo meninggalkan keduanya tanpa berkata-kata lagi.

▼▼▼

In front of me, you affectionately talk to that girl

You see me upset but you act like nothing’s wrong and smile

There are a lot of guys who only look at me

Sudah lama Jiyeon tidak keluar apartemen untuk menghibur diri. Ia hanya keluar dari apartemen minimalis itu ketika membutuhkan sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari, dan itupun hanya Ia lakukan seminggu dua kali. Perasaan gundah, risau, gelisah, dan jenuh bercampur aduk menjadi satu. Kini Ia berniat untuk membuka mata, melihat-lihat sesuatu yang akan membantu menghilangkan rasa frustasinya.

Petang hari Jiyeon sudah berada di sebuah mall yang tidak jauh dari apartemennya. Ia berjalan seorang diri tanpa siapapun mendampinginya, walaupun ‘terkecuali’. Biasanya Ia selalu ditemani Myungsoo kalau sedang tidak sibuk atau Sanghyuk ketika jadwal perkuliahannya sedang free. Tapi kali ini Ia benar-benar ingin sendiri, dan melepas perasaan jenuhnya menjalani hari-hari tanpa Myungsoo yang dulu. Ia benar-benar sangat merindukan sosok Myungsoo yang sangat mencintainya dan menyayanginya, karna Ia sangat membutuhkannya disaat seperti ini.

Ditengah keramaian pusat perbelanjaan ternama di seoul, Jiyeon mulai mencari-cari sesuatu yang akan menarik perhatiannya. Kakinya terus melangkah pasti, dan matanya kini menyorot semua store yang dipadati beberapa pembeli atau yang hanya sekedar melihat-lihat. Kala mata Jiyeon masih menelusuri keseluruhan isi pusat perbelanjaan ini, Ia membeku tatkala mendapati sosok yang sangat dikenalinya sedang bersama yeoja lain. Tanpa mengurangi rasa penasarannya, Ia mencoba memastikan dengan cara mendekat dan matanya menilik sosok itu. Ternyata mata Jiyeon tidak salah tangkap. Benar itu Kim Myungsoo. Namja itu adalah kekasihnya. Myungsoo tengah berjalan berdampingan dengan seorang yeoja, bermesraan dan merangkulnya seperti yang Jiyeon alami jika berjalan dengan Myungsoo.

‘Tak bisakah kau puas dengan hanya aku?’ gumam Jiyeon yang saat ini tengah menahan tangisnya.

Masa keduanya berjalan beriringan, Jiyeon mendapati Myungsoo yang telah menyadari keberadaannya. Tapi, Myungsoo hanya tersenyum dan tidak peduli akan keberadaan Jiyeon. Justru Ia mempererat rangkulan tangan kekarnya terhadap yeoja itu, dan terlihat sedang membisikkan kata-kata yang menggoda tepat di daun telinganya, sehingga yeoja itu tersipu malu.

Jiyeon tidak dapat berkata-kata lagi setelah Myungsoo benar-benar menghancurkan perasaannya hingga larut seperti ini. Ia membuang kata ‘positive thinking’ dari benaknya. Tidak ada lagi yang harus Ia perbaiki, karena semuanya akan sia-sia saja. Matanya tidak salah melihat dan itu semua sudah jelas terbukti jika Myungsoo memang benar-benar sudah tidak mencintainya lagi.

Tangis Jiyeon pecah. Bulir-bulir airmata kini membasahi pipi pucat Jiyeon. Jantungnya yang berdegup tidak dapat Ia kontrol. Hatinya benar-benar merasakan pilu yang memedihkan. Jiyeon melangkahkan kakinya buru-buru. Sesekali Ia menabrak orang-orang yang berjalan santai. Banyak orang yang melihatnya dengan tatapan bingung. Tetapi Ia tidak peduli dan Ia ingin pulang.

Saat sampai di apartemen, Jiyeon melepas dan melempar semua aksesoris atau perlengkapan yang Ia pakai. membanting semua perabotan atau properti yang menghiasi apartemen miliknya. Ia benar-benar putus asa dan tidak memiliki semangat hidup lagi. Pikirannya sangat suram, dan Ia hendak mengambil sebuah botol obat-obatan dari laci kamarnya. Tapi, sebelum Ia menelan pil itu, Ia hendak membuat pesan singkat diatas secarik kertas dengan pena bertinta merah, kemudian menangis sejadi-jadinya.

Setelah selesai menulis, Ia tersenyum masam dan menyeka air matanya yang sedari tadi tidak henti-hentinya mengalir dari pelupuk matanya. Tangannya lalu membuka botol pil berdosis tinggi itu, lalu mengambil banyak butir-butir pil dan menelannya dengan paksa, walau Ia tahu itu rasanya sangat sakit ditenggorokannya.

▼▼▼

Sudah beberapa hari Myungsoo tidak pulang kerumah keluarganya. Ia lebih memilih tinggal di apartemen Jiyeon, karna perusahaan Ayahnya lebih dekat dari apartemen Jiyeon dibanding rumahnya. Daripada Ia harus menempuh perjalanan jauh dan membuang banyak tenaga dalam menyetir, lebih baik Ia tinggal bersama Jiyeon pikirnya. Tapi ada beberapa alasan juga yang membuatnya benci berada dirumah keluarganya.

Myungsoo ingat sekali sore tadi Jiyeon melihatnya berjalan dengan gadis lain. Dan kini Ia ingin memastikan apa yang akan Jiyeon katakan lagi padanya. Seberapa besar kemarahan Jiyeon nantinya, sudah dapat dipastikan Myungsoo.

Saat Myungsoo sampai dan membuka pintu apartemen Jiyeon, Ia melihat isi ruangan yang begitu berantakan. Ia masuk kedalam dengan langkah yang berhati-hati, karna banyak pecahan beling dimana-mana. Ia menelateni setiap sudut ruangan dan tidak mendapatkan sosok Jiyeon seperti biasanya yang selalu menyambutnya. Selanjutnya Ia beralih menuju kamar Jiyeon.

Perlahan Myungsoo membuka pintu kamar, lalu terkesiap mendapati Jiyeon yang berbaring tidak berdaya diatas dinginnya lantai. Mulut mungilnya mengeluarkan cairan berwarna putih yang berlebihan. Menyaksikan kekasihnya seperti itu Myungsoo tidak menyangka, bahwa Jiyeon akan seserius ini melakukannya.

Myungsoo lekas menghampiri Jiyeon dengan cekatan. Jantungnya berdetak tidak karuan saat didekat Jiyeon. Ia meraih pergelangan tangan Jiyeon dan meyakinkan bahwa Jiyeon masih bisa terselamatkan atau tidak. Tapi kenyataan berkehendak lain, sehingga membuat Myungsoo menitikkan airmata tepat diatas wajah Jiyeon. Lalu mata Myungsoo mendapati secarik kertas yang dilipat rapi didalam genggaman tangan Jiyeon. Ia mulai membuka kertas itu dan membacanya perlahan-lahan.

Kim Myungsoo,

Sudah tiga tahun kita menjalin hubungan dengan sangat amat indah. Kau ingat bukan, awal pertemuan kita? Saat kita saling memandang satu sama lain, selalu mencuri pandang, dan akhirnya kita berhasil membentuk suatu hubungan yang kita inginkan.

Semua yang raga dan jiwaku seutuhnya sudah menjadi milikmu, dan aku sudah merelakannya. Tentu! Karna aku mencintaimu. Bahkan lebih. Walaupun aku sebenarnya tidak tahu apa yang membuatmu berubah seperti ini, tapi kau harus tahu, bahwa kini aku telah pergi bersama darahmu. Maksudku anak kita. Kandunganku baru beranjak 1 bulan, dan aku tidak membiarkannya hidup. Maaf aku terlalu gegabah dalam mengambil keputusan. Aku tetap mencintaimu dan kau tetaplah mencintaiku. Saranghaeyo Kim Myungsoo.

Park Jiyeon,

“AAAAAARRRRRGGGGGHHHHHH!!!!” teriak Myungsoo sejadi-jadinya. Air wajahnya kini berubah menjadi keruh dan putus asa setelah membaca tulisan tangan terakhir dari Jiyeon.

Sanghyuk yang baru berdiri didepan pintu apartemen, mendengar suara teriakan yang sangat kencang. Matanya tidak peduli terhadap apa yang dilihatnya. Lalu Ia mencari sumber suara itu. Mata Sanghyuk memandang Jiyeon dan Myungsoo secara bergantian. Ia berlari menuju keduanya dan berkata, “Apa yang terjadi padanya hyung? Katakan padaku apa yang terjadi?” bentak Sanghyuk pada Myungsoo.

Myungsoo hanya menangis dan memangku kepala Jiyeon, lalu membelai rambut kecoklatannya. Matanya sembab oleh airmata.

“Tidak! Itu tidak mungkin!” Sanghyuk menggelengkan kepalanya dan memungkiri bahwa Jiyeon telah pergi.

“Andai saja kau tidak melakukan perintah eomma, yang menyuruhmu untuk menjauhi noona dengan ancaman kau tidak akan mendapat warisan keluarga Kim, mungkin noona tidak akan bertindak seperti ini. Cih! Kau bodoh hyung. Memang benar-benar bodoh! Eomma memang sangat tidak menyukainya, tapi kau justru tidak bisa meyakinkannya bahwa noona adalah orang yang sangat baik. Bukan gadis yang materialistis seperti kebanyakannya. Dengar! Kau harus tahu, bahwa aku lebih dulu mencintainya sebelum kau mengenalnya. Aku menyesal telah merelakannya untukmu!” ucap Sanghyuk menyadarkan Myungsoo.

“Aku sangat menyesalinya. Seharusnya aku tidak melakukan ini semua. Dan maaf jika membuatmu kecewa, karna aku gagal menjaganya dengan baik.” Akhirnya Myungsoo berkata.

“Jiyeon-ah….” bisik Myungsoo.

“Kau bisa saja membunuhku, jika kau menginginkannya.” Lanjut Myungsoo penuh penyesalan. Ia sangat mencintai Jiyeon, dan bayi yang ada didalam kandungannya.

“Sungguh, aku tidak berniat mengkhianatimu. Karena Aku benar-benar mencintaimu. Kau mendengarkanku hmm?” Myungsoo berbisik di telinga Jiyeon. Namu sia-sia saja, karena Ia terlalu terlambat untuk semuanya. Wanita yang sangat dicintainya telah pergi bersama dengan darah dagingnya.

END

A/n : this is my midnight ff :3 & ini fanfic kontes ku yang gak lolos ke 12 besar, yg tandanya sama sekali gak menang, mungkin gak bagus T_T jadi dengan senang hati aku publish 😀 padahal nulisnya banjir airmata :””'( (curcol) don’t forget to RCL :’)

20 thoughts on “One shot | I Went With”

  1. Kmbali baca ff ini
    Mski sudah prnah baca..tp ttp nice ff
    Benar2 benci dngn sikap Myungsoo..
    Aargh…pabbo…kim myungsoo pabbo

Leave a comment