* HSF FANFICTION, @VanilaSky

To be Miss Popular (5)

untitled-21

Park Jiyeon. Kim Myung Soo. Choi Minho. Bae Suzy. Han Hyori. Nickhun.

-Romance- School Life-

To be Miss Popular

Chapter 5

____________________________________________________________________________________

Anneyooooong ^^

Fiuh, udah lama banget ya hiatus haha. Mian ya readers tapi sekarang saya sudah kembali *Senyumsenyum

Kok post part 5 lagi?

Yap, jadi author mau memperbaiki alur cerita, so this part is completely different sama part 5 yang kemaren. Minta sarannya ya readers, biar cerita ini tetap lanjut, ga putus di jalan. Mohon dukungannya ^^

 

________________________________________________________________________________________

 

Aku mematut wajahku di depan cermin.

Kuyup, Make up berantakan, wajah acak-acakan, dan rambut wavyku yang tadinya sangat sempurna kini terlihat sembrawutan. Tapi ada sesuatu yang lebih menohokku saat ini. Tatapanku. Tatapan yang ku berikan di cermin itu, terlihat sangat kuyu dan sedih.

Rasanya bodoh, tolol, dan tak tahu diri. Aku jijik dengan diriku yang berani-beraninya menyukai Myung Soo. Kenapa aku bisa punya harapan padanya? Kenapa aku terluka karnanya?

Ku hapus air mataku yang meluruh jatuh di pipi dan ku bersihkan tubuhku ke kamar mandi. Kucuran air hangat yang mengaliri tubuhku membuatku sedikit rileks. Namun fikiranku masih sama seperti sebelumnya. Begitu kelam, aku merasa sesak napas. Ada rasa nyeri di dada yang terus memburu kemana pun aku mencoba menghindari. Beginikah sakitnya patah hati?

“Jiyeon? Kau didalam?” suara Hyori membuatku segera sadar dimana aku sekarang. Ku ulurkan tangan untuk mematikan shower, lalu mengambil bathrub yang ada di kamar mandi. Keluar dari sana, aku mendapati Hyori sudah berada di dalam kamar. Dia menenteng sebuah kantong kertas di tangannya.

“Aku membeli ini untukmu, pakailah…” ucapnya sambil mengulurkan kantong itu padaku.

“Gomawo,” Aku berusaha mengembang senyum. Ku lirik isi kantong itu yang ternyata adalah sebuah baju, jaket dan celana jeans. Semua sesuai seleraku.

“Tidak, aku yang harusnya berterima kasih padamu,” Hyori bangkit dan memelukku. “Terima kasih Jiyeon. Hh, aku benar-benar senang malam ini.”

Rasanya kebahagiaan Hyori sangat bertolak belakang dengan apa yang ku rasakan saat ini. Ini tidak adil! Sebuah sudut di hatiku berteriak. Tapi suara itu segera memudar setelah ku ingatkan. Aku bukanlah siapa-siapa. Tanpa Hyori aku tidak akan bertemu dengan Myung Soo dan tidak akan pernah mengalami pengalaman ini, di kelilingi oleh anak-anak konglomerat, sekolah di tempat paling bergengsi di Korea. Hh, semua ini berkat Hyori. Jadi aku tidak punya hak untuk protes padanya.

Saat ku pejamkan mataku, aku mulai berpikir. Mungkin ini seperti kisah Alice in Wonderland. Aku adalah Alice yang terjebak ke dalam lubang, masuk ke dunia yang sangat ajaib, mengalami petualangan yang mendebarkan, lalu pada akhirnya aku akan terjaga. Saat aku membuka mata aku akan kembali lagi ke dunia nyata yang sebenarnya. Menjadi Jiyeon. Seseorang yang sangat jauh dari dunia mereka, the Heirs.

***

Seminggu setelah kejadian itu, aku menjadi sangat waspada pada Suzy.

Gadis itu sekarang sudah benar-benar menetapkanku sebagai targetnya. Dia tidak akan puas sebelum membalasku. Dan membuatku terdepak, tentu saja, seperti Hyori. Tapi ku rasa bukan sekarang saatnya. Dia masih menyusun rencana itu di otaknya. Dan sementara dia melakukan seribu cara jahat di otaknya, otakku malah di sibukkan dengan memikirkan Myung Soo.

Sudah empat hari dia tidak masuk sekolah. Terakhir aku bertemu dengannya itu adalah sehari setelah kejadian di pesta. Dia bagai menghilang di telan bumi. Sung Gyu pun tidak tahu kemana perginya namja itu.

Apa mungkin dia melakukannya karna dia membenciku? Karna dia tidak ingin melihat wajahku?

Aku menatap lurus ke arah gedung-gedung yang berlomba mencakar langit, pemandangan yang di sajikan oleh atap sekolah. Hembusan angin memainkan rambutku, menerpa wajahku. Aku memejamkan mataku. Menikmati suasana ini dengan perasaan kelu.

“Park Jiyeon…” sebuah suara mengusikku.

Aku memutar pandangan dan mendapati seorang namja muncul di balik pintu yang menghubungkan ke atap gedung.

“Kau sering membolos ya?” tuduh namja itu. Namun di wajahnya terselip sebuah senyum, membuatku ikut tersenyum padanya.

“Kau sendiri?” aku mengangkat alis. “Kita berada di kelas yang sama. Itu artinya kau juga membolos.”

Minho berjalan mendekatiku. Matanya menatap lurus ke depan. Tubuhnya bersisian denganku. “Aku sedang bosan,” jelasnya.

“Kalau begitu aku juga.”

Kami sama-sama membuang napas, menatap satu sama lain, lalu tertawa kecil.

“Kau tahu kemana perginya Myung Soo?” tanya Minho kemudian.

Mendengar nama itu, jantungku rasanya di tusuk-tusuk. Aku menggeleng lemas. “Ani.”

“Kau juga khawatir padanya ya?”

Aku menoleh. Di sebelahku Minho sedang tersenyum lembut. Aku dengan cepat membuang pandang dan menggembungkan pipiku. “Ani.”

Minho menghela napasnya dengan dramatis. “Hah, baiklah. Sebenarnya aku tahu dimana Myung Soo. Tapi sepertinya kau tidak ingin tahu ya? Kalau begitu aku pergi sendiri saja.”

Minho membalik tubuhnya untuk pergi. Satu detik dua detik aku masih berdebat dengan diriku sendiri. Tapi akhirnya aku berbalik dan berteriak. “Tunggu!”

Aku menggigit bibirku. “Bolehkah… aku ikut denganmu?”

***

Pulang sekolah aku pergi bersama Minho. Saat aku memberi tahu rencanaku itu pada Hyori –tentunya tanpa memberi tahu alasanku pergi dengan Minho- dia terdengar sangat senang.

Sepanjang jalan aku berbincang dengan Minho. Ternyata, di luar sikapnya yang pendiam biasanya, dia adalah namja yang sangat menyenangkan. Minho memang memiliki pembawaan tenang, namun terkadang dia bisa juga berceloteh lucu. Hal yang tak pernah ku ketahui sebelumnya.

Seperti inikah Minho dulu saat dia bersama Hyori? Sepertinya aku mengerti sekarang, kenapa dia sangat berbekas di hati Hyori. Mungkin dulu Hyori benar-benar jatuh cinta padanya.

“Ini tempatnya,” Minho menunjuk sebuah Kafe kecil di sebuah lingkungan kumuh.

“Ini?” tanyaku tak percaya.

Minho mengangguk. “Ayo turun,” ajaknya.

Turun dari mobil, Minho membawaku mendekati Kafe itu. Tempat itu terlihat sepi. Minho lalu mendorong pintu, memasuki Kafe itu dan sedikit menarik lenganku untuk ikut masuk.

“Myung Soo ada di… sini?” tanyaku tidak yakin.

Minho menatapku. “Kau tidak percaya padaku?”

“Bukan begitu,” keluhku. “Untuk apa Myung Soo ada disini? Bukannya dia… dia…”

“Itu dia,” Minho menunjuk pada suatu arah. Aku mengikuti tunjuknya, dan mataku membelalak melihat Myung Soo yang baru saja bangun dari sebuah kolong meja. Namja itu merutuk saat kepalanya terbentur. Membuat sebuah tawa keluar dari bibir Minho.

Myung Soo mengerjabkan matanya begitu mendengar suara tawa Minho. Ia menoleh pada kami, terlihat terkejut sekali melihat kehadiranku. Pandangannya lalu memburu tajam pada Minho. Namja itu mendekat.

“Hei, apa yang terjadi dengan wajahmu?” tanya Minho saat sudah berada di hadapan Myung Soo.

Aku ikut mendekat, dan kini aku bisa melihat dengan jelas lebam yang ada di wajah Myung Soo. Ia meringgis. “Kau tahu sendiri,” jawabnya simpel.

“Hah, kau kabur lagi?” Minho menyilangkan kakinya dengan santai.

Myung Soo tidak menjawab. Alih-alih ia menatapku penasaran. “Kenapa kau bawa dia kesini?” tanyanya pada Minho.

Aku menggigit bibirku. Apa dia sebegitu bencinya padaku sekarang? Dia tidak ingin melihatku? Apa sebaiknya aku pergi saja.

“Kenapa? Dia menghawatirkanmu. Kenapa kau tidak memberi kabar apa-apa? Ku lihat dia terlihat bingung selama beberapa hari ini. Jadi aku ajak saja dia kesini.”

“Cih…” Myung Soo mendecih. “Yaa, Park Jiyeon. Kau menghawatirkanku? Jinja?”

Minho menatapku dan Myung Soo bergantian. Dahinya berkerut. “Kalian ini sedang marahan ya?”

“Ani,” jawabku dan Myung Soo bersamaan sambil membuang wajah.

“Haaaah,” Minho merenggangkan tubuhnya. Dia lalu bangkit dan melihat kebelakang. “Aku mau cari minuman dulu ke luar. Kalian mau titip sesuatu?”

Aku menggeleng sedangkan Myung Soo tidak menjawab.

“Baiklaaah,” Minho segera berangkat dari sana. Namun sebelum pergi dia mengerling padaku.

Setelah kepergian Minho, aku dan Myung Soo saling berdiam diri. Aku mencuri pandang pada wajahnya yang tengah menghadap ke arah lain. Memar-memarnya terlihat jelas, bahkan salah sudut bibirnya sobek. Hal itu membuatku khawatir sekaligus penasaran.

“Apa yang terjadi padamu?” tanyaku, mencoba menyentuh lukanya takut-takut.

Myung Soo menoleh, membuatku mengurungkan niat untuk menyentuhnya. “Apa maumu Jiyeon? Cepat katakan, lalu pergi dari sini,” ucapnya tajam dan sinis.

“Kau membenciku ya?” tanyaku dengan suara serak. Air mataku sudah berlinang, tapi berusaha ku kendalikan.

“Hh, membencimu kau bilang? Apa aku bisa melakukannya?” Myung Soo berdecak. “Mungkin ini bukan pertama kalinya aku menyukai seseorang, tapi rasanya masih sama saat di kecewakan.”

“Aku minta maaf,” ucapku tulus. “Aku tidak bermaksud menyakitimu. Maafkan aku.”

Myung Soo menatapku lurus. Ia memainkan bibirnya membentuk lengkungan ke bawah. “Aku akan memaafkanmu kalau kau menceritakan semuanya padaku.”

“Ng?”

“Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu. Katakan padaku alasan kau melakukan semua itu. Aku masih mempercayaimu sampai detik ini. Aku tahu kau bukan gadis jahat.”

Aku menggigit bibir bawahku keras. Aku tidak mungkin melakukannya. Aku tidak mungkin mengatakan pada Myung Soo apa yang terjadi sebenarnya.

“Jiyeon, ayolah!” Myung Soo menatapku tidak sabar. “Katakan padaku. Hyori kan yang memintamu? Kau melakukannya demi menjadi teman dengan Hyori, benar kan begitu?”

Aku menatap Myung Soo. Begitukah yang dia pikirkan? Dia berpikir aku melakukan ini demi semua itu? Demi pertemanan?

Myung Soo mendesah. “Hah, gadis itu…” decaknya. “Kau seharusnya tidak terlibat dengannya. Apa pun yang dia tawarkan padamu, kau harusnya menolaknya. Aku mengenal Hyori cukup lama. Dan menurutku dia sama sekali tidak cocok dengan persahabatan. Satu-satunya yang dia pedulikan hanya dirinya, dia, dan dia.”

“Sebenarnya seperti apa hubunganmu dan Hyori dulu?”aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak bertanya.

Myung Soo menimbang sesaat sebelum menjawab. “Kami berteman sejak kecil. Lalu bertunangan. Dia menyukai Minho dan membuat masalah hingga pertunangan kami batal. Sekarang…” Myung Soo memicingkan matanya untuk berpikir. “Kurasa aku tidak punya hubungan apa-apa lagi dengannya.”

“Kau mantan tunangan Hyori?” seruku kaget.

Myung Soo mengangguk. “Kenapa? Ada yang salah? Bukankah perjodohan antar Chaebol itu biasa?” giliran dia yang menatapku penasaran.

Aku menggigit bibirku. Benar. Duniaku sangat berbeda dengan dunianya, aku harus selalu mengingat itu. Aku tidak bisa menyangka orang seperti Myung Soo sempat punya hubungan dengan Hyori. Jika mereka sampai sempat di jodohkan, itu berarti keluarga Kim adalah patner bisnis yang potensial untuk keluarga Han. Yang berarti… mereka juga sama kayanya dengan keluarga Han.

“Wajahmu…” aku kembali teringat dengan kondisi wajah Myung Soo yang mengenaskan.

“Ooh…” Myung Soo memegang wajahnya. “Ini karna pukulan body guard Kakekku.”

“Apa yang kau lakukan? Kenapa mereka sampai menyerangmu?”

Myung Soo terkekeh. “Bukankah tadi Minho sudah bilang kalau aku ini sedang kabur?” tanyanya sambil berkedip padaku. “Ini tempat persembunyianku.”

“Kenapa kau kabur?” aku tidak habis pikir kenapa dia ingin melarikan diri dari kehidupan mewahnya. Siapa pun ingin memiliki hidup seperti dia. Rumah mewah, fasilitas lengkap, dan pelayanan bintang lima dari siapa saja.

Myung Soo merenggangkan tangannya. “Karna aku sedang ingin menikmati udara segar,” ia menarik napas sedalam-dalamnya, lalu melepaskannya.

“Ng?” aku menatapnya bingung.

“Terkadang enak juga bisa hidup seperti ini. Tidak ada yang ku pikirkan selain makanan. Haaah, aku benar-benar ingin hidup bebas seperti ini.”

Aku tersenyum kecut. “Kau benar-benar ingin hidup seperti ini? Menggelandang begitu? Ku beri tahu ya, hidup seperti itu tidak enak sama sekali. Ada banyak orang yang akan memandang rendah dirimu, mencaci maki dirimu, dan menyakitimu. Percaya atau tidak, uang yang kau miliki itu adalah perisai dari semua itu. Uang memberi kita kasta. Hidup seperti ini sangat keras tantangannya. Jadi lebih baik kau kembali saja ke rumahmu. Kau itu sangat beruntung, kau tau?”

Myung Soo tersenyum. “Hei, aku baru pertama kali mendengar itu.”

Aku mengangkat sebelah alisku.

“Biasanya orang-orang hanya akan bilang kalau aku konyol,” Myung Soo berdecak. “Tapi ada sesuatu yang perlu ku perdebatkan denganmu.”

“Apa?”

“Apa kau percaya uang selamanya bisa memberikan kita kebahagiaan?” Ia menatap lekat padaku, dalam. Aku bisa melihat pendar-pendar di dalam matanya, sebuah kolam penuh warna yang membuatku ikut tenggelam.

Aku menghela napas berat. “Ani…”

“Kalau begitu uang bukanlah apa-apa,” dia tersenyum memandangku. “Bukankah begitu?”

***

“Kau sudah berbaikan dengan Myung Soo?” tanya Minho saat dia mengantarkanku pulang.

Aku mengangguk mengiyakan. “Gomawo.” Aku memang sudah berbaikan dengan Myung Soo, tapi dia masih mendesakku untuk memberi tahunya hubunganku dengan Hyori. Tapi aku tidak bisa menjawabnya. Aku tidak ingin membohonginya lagi.

Minho tersenyum. “Tidak masalah. Tapi kau berhutang padaku. Suatu saat aku juga akan meminta bantuanmu.”

Aku balas tersenyum kecut. Memangnya apa yang bisa di lakukan orang sepertiku untuknya?

“Aku tidak tahu kalau kau dekat dengan Myung Soo…” ucapku sedikit penasaran. Kedua orang itu bersikap seolah tak saling kenal saat di sekolah. Mereka sangat jarang berinteraksi. Berbeda sekali dengan sikap mereka saat di Cafe tadi.

“Ooh…” Minho mengangguk-angguk. “Hubungan kami memang sedikit… rumit.”

“Kalian…”

“Oh, jangan berpikir yang tidak-tidak,” tahan Minho sebelum aku melanjutkan ucapanku.

Hei, memangnya dia pikir apa yang ingin aku katakan?

“Aku dan Myung Soo, kami terikat oleh sesuatu yang tidak bisa ku ceritakan.”

“Kalian pasangan gay?” tuduhku sedikit geli.

“Aissh,” Minho berdesis kesal. “Tidak seperti itu. Kau ini. Apa kau tidak keberatan semobil dengan pasangan gay pacarmu, huh?”

“Myung Soo bukan pacarku,” cibirku. Tapi ku harap iya. Hanya harapan. Lagi pula mana mungkin aku berpacaran dengan penerus keluarga Kim? Mustahil.

“Jangan membohongiku. Memangnya kau pikir aku tidak bisa lihat? Cara Myung Soo menatapmu, cara dia memperlakukanmu, sudah lama sekali aku tidak melihatnya seperti itu.”

Aku mengerutkan dahi. Sudah lama dia tidak seperti itu. Itu artinya dia pernah seperti itu dulu. Pada siapa? Cinta pertamanya?

“Siapa?” tanyaku penasaran.

“Ng?” Minho kelihatan berpikir menjawab pertanyaanku. “Maksudmu, orang yang di sukai Myung Soo sebelum kau?”

Aku mengangguk pasti. “Dia tidak pernah menceritakan apa pun soal itu.”

“Ooh, itu bukan hal yang terlalu spesial untuk di ceritakan. Sebenarnya Myung Soo tidak sejauh itu. Dia pernah suka pada Hyori, kau tahu mereka berteman sejak kecil? lalu bertunangan. Mereka sangat dekat, tapi tidak seperti yang orang lain bayangkan. Mereka lebih seperti saudara. Ku rasa saat itu Myung Soo hanya salah mengartikan perasaannya.”

“Karna saat itu ada kau…” aku melirih. Aku ingat cerita Myung Soo saat Minho hadir diantara mereka dan Hyori lebih memilih Minho ketimbang dirinya. Bukankah itu artinya Minho merebut Hyori dari Myung Soo? Jika tidak ada Minho, bukankah seharusnya mereka masih bersama?

Sekarang aku mengerti arti tatapan yang di berikan Myung Soo pada Hyori selama ini. Baginya itu tidak sekedar persahabatan. Dia sudah menyukai Hyori dalam waktu yang lama. Tapi tidak seorang pun menyadarinya.

Sebuah rasa nyeri mengalir di dalam dadaku. Jika seperti itu, bagaimana denganku? Apa artiku bagi Myung Soo?

“Hubungan mereka bisa berakhir kapan saja,” Minho membela diri. “Meski pun tidak ada aku, pertunangan itu pasti akan di batalkan juga suatu saat.”

“Kenapa kau bisa begitu yakin?” tantangku.

“Karna aku kenal Hyori dan Myung Soo. Mereka lebih cocok sebagai teman.”

“Minho, akui saja…” aku menatapnya serius. “Sebenarnya kau tau apa yang di rasakan Myung Soo kan? Kau… hanya sedang melakukan pembelaan terhadap tindakanmu.”

“Ani,” Minho menggeleng tegas. “Awalnya… Hyori tidak menyukaiku. Dia hanya memanfaatkanku.”

Rahangku membuka lebar. Apa maksudnya ini? Bukankah Hyori jelas-jelas menyukai Minho? Bukankah itu alasan dia kembali dari LA?

“Hyori menyukaimu!” tegasku. Aku tahu jelas semua itu. Bahkan sekarang, meski pun waktu telah lama berlalu, aku yakin Hyori masih memiliki perasaan pada Minho. Aku bisa melihatnya saat mereka bertengkar di lobi waktu itu. Hyori terlihat sangat terluka karna Minho lebih membela Suzy. “Kau seharusnya tidak menghianatinya. Dia benar-benar mencintaimu dulu. Kau harusnya menyesal sudah melakukan itu padanya!”

“Aku bilang awalnya…” lirih Minho. Kini pandangannya tampak menerawang. “Aku hanya objek baginya. Dia ingin membuat Myung Soo cemburu. Tapi Myung Soo tidak pernah menunjukkan reaksi apa pun pada kedekatan kami, hingga akhirnya dia menyerah dan memilihku.”

“Jadi…”

“Menyukainya… itu melelahkan. Selalu ada Myung Soo di antara kami. Meski pun dia bilang Myung Soo hanya teman. Tapi aku tahu sebenarnya…”

“Kau bilang mereka berdua hanya cocok sebagai teman. Tapi nyatanya kau sendiri cemburu pada hubungan mereka,” aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Minho. Apa dia memang serumit itu? Jadi sekarang apa? Dia berselingkuh dengan Suzy untuk balas dendam pada Hyori?

Minho meringgis. “Mereka memang cocok sebagai teman. Karna setelah kejadian itu mereka tidak berpikir untuk melanjutkan pertunangan.”

“Kau sadar kalau dari pernyataanmu itu, kau hanya cemburu pada mereka?” aku menatap serius padanya. “Sebaiknya kau tidak menghianati Hyori hanya karna hal itu.”

Minho menggeleng lagi. “Dari awal, aku tidak punya niat untuk jatuh cinta padanya. Semua terjadi begitu saja.”

Aku menatapnya tak mengerti. Apalagi maksudnya ini? Minho mendekati Hyori dengan maksud lain? Waaah, ku rasa mereka, benar-benar sangat rumit.

“Aku….” Minho menarik napas dalam. Dia seperti menimbang-nimbang akan mengatakan ini padaku atau tidak. Hingga akhirnya ia membulatkan tekad dan menatapku lurus. “Aku berpacaran dengan Suzy… jauh sebelum Hyori…”

***

Aku tidak percaya ini. Benarkah? Apa aku tidak salah dengar?

Minho berpacaran dengan Suzy lebih dulu. Itu artinya dia tidak menghianati Hyori. Tapi sebaliknya. Dari awal dia mendekati Hyori, dia memang tidak memiliki maksud tulus.

Oke. Biar ku rangkum semuanya menjadi sebuah cerita komplit.

Myung Soo dan Hyori sudah lama bersahabat. Lalu mereka bertunangan. Mereka berdua secara diam-diam menyukai satu sama lain, tapi tidak ada yang benar-benar mengaku sampai akhirnya Hyori memilih untuk memanas-manasi Myung Soo dengan dekat dengan Minho.

Di lain sisi sebenarnya Minho mendekati Hyori karna Suzy. Suzy sepertinya punya niat ‘buruk’, yang tidak aku ketahui. Saat mendekati Hyori, Minho tahu Hyori menyukai Myung Soo. Minho tidak sengaja jatuh cinta pada Hyori dan merasa cemburu pada mereka berdua.

Saat Hyori akhirnya menyerah pada Myung Soo, dia akhirnya mulai membalas perasaan Minho. Oke, ini bagian yang masih belum ku ketahui dari cerita segi empat yang rumit ini. Yang jelas keduanya saling menyukai, tapi Minho masih berhubungan dengan Suzy. Aku sudah bisa membayangkan kerumitan yang terjadi. Jadi intinya, siapa yang sebenarnya di pilih Minho? Hyori atau Suzy?

Dari ceritanya ku rasa Minho sangat merasa bersalah pada Hyori. Dan dari sikap yang dia tunjukkan, aku tahu Minho tidak sejahat itu untuk menyebarkan fotonya dan Suzy hingga membuat satu sekolah gempar dan Hyori malu karna di selingkuhi terang-terangan. Jadi kemungkinannya, orang yang menyebarkan foto itu adalah Suzy, karna dia dari awal punya niat buruk pada Hyori, dan… ku rasa dia juga sangat kesal karna pada akhirnya Minho –yang notabene adalah pacarnya- menyukai Hyori.

Hh, ya. Ku rasa seperti itulah kira-kira kejadiannya. Aku harus segera memberi tahu Hyori mengenai hal ini.

Aku segera mengarahkan langkah menuju kamar Hyori yang berada di lantai atas. Saat ku ketuk pintunya untuk meminta izin masuk, Hyori menyahut dengan ketus dari dalam. “Masuk!”

Aku kaget saat mendapati Nickhun juga berada di dalam kamar. Napas mereka saling memburu. Kedua pasang mata itu saling bertatapan sengit. Aku tidak tahu apa masalahnya, tapi aku bisa merasakan ketegangan di antara mereka.

“Aku tahu tidak seharusnya aku membiarkanmu kembali kesini!” dengus Nickhun. Dia seakan tidak perduli dengan kehadiranku.

“Hentikan. Aku lelah Nick. Kenapa kau selalu cemburu buta seperti ini huh?” Hyori lalu mengalihkan pandangan padaku. “Ada apa Ji? Maaf kalau kau harus melihat semua ini.”

Aku tersenyum maklum. “Tidak apa-apa. Ku rasa aku datang di waktu yang tidak tepat.”

“Kalau begitu apa kau keberatan jika harus keluar sebentar?” Nick menyela. Dia tidak mau repot-repot memberikan pandangan padaku. Tatapan penuh emosinya hanya di tujukan pada satu orang. Hyori.

Sebenarnya ada apa dengan pasangan ini?

“Baiklah,” anggukku, memilih mengalah.

“Tidak. Kau disini saja Jiyeon. Tidak ada lagi yang perlu ku bicarakan denganmu Nick. Selama kau masih seperti ini, jangan mencoba bicara padaku,” ucap Hyori dengan nada lelah.

“Apa aku satu-satunya orang yang harus selalu menyesuaikan diri denganmu?!” hardik Nickhun. Ini pertama kalinya aku mendengarnya berteriak dan itu benar-benar membuatku kaget.

“Ya,” angguk Hyori. “Bukankah kau sudah tahu hal itu dari awal? Aku tidak menerima perintah Nick. Kau tidak memberi tahuku apa yang harus dan yang tidak boleh aku lakukan.”

Nickhun mendengus kasar. “Kau tahu, aku sudah tidak tahan lagi. Kalau kau ingin kembali pada bajingan itu, lakukan saja.”

Usai berujar begitu, Nickhun segera keluar dari kamar Hyori. Dia membanting pintu dengan keras, hingga aku pun ikut terlonjak kaget. Aku tidak pernah melihat Nickhun seperti ini. Sebelumnya dia selalu bersikap mesra dan manis pada Hyori.

Hyori terduduk lemas di atas kasurnya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, terlihat sangat frustasi. “Apa yang ingin kau katakan Jiyeon? Aku mendengarkan.”

Aku menggeleng. “Ku rasa ini bukan waktu yang tepat.”

“Tidak,” Hyori menggeleng lemah. “Katakan saja. Jika itu sesuatu yang harus ku dengar. Aku percaya padamu.”

Aku berpikir sejenak, dan memilih menceritakan segalanya pada Hyori. Tentang perjalananku dan Minho tadi siang –tentu saja minus pertemuanku dengan Myung Soo. Begitu mendengar ceritaku, kekagetan terlihat jelas di wajah Hyori, walau dia berusaha menyembunyikannya. Dia kemudian menghela napas berat dan mengusap wajahnya sekali lagi.

“Nick benar, aku tidak seharusnya kembali ke Korea.”

“Tapi kau akhirnya tahu kebenarannya. Bukankah itu lebih baik, Hyo? Ku rasa ini sepenuhnya bukan kesalahan Minho. Dia juga korban disini.”

“Justru itu!” desah Hyori. “Kau tahu bagaimana aku mencoba melupakannya selama ini Ji? Aku selalu mengingat kesalahannya! Dia menghianatiku! Makanya aku membencinya. Tapi sekarang aku tidak punya alasan lagi untuk itu.”

“Maafkan aku…” ucapku merasa bersalah. Mungkin sebaiknya aku tidak menceritakan semua ini pada Hyori. Hingga dia kembali ragu dengan perasaannya. Aku tahu dia masih menyukai Minho, tapi dia sekarang sudah memiliki Nickhun.

“Bukan salahmu…” Hyori menggeleng. “Aku tahu ada yang tidak beres saat itu, tapi aku terus membutakan diri. Seharusnya aku tidak melarikan diri seperti sekarang.”

Ku lihat mata Hyori berkaca-kaca. Dia tidak berniat menyembunyikan tangisnya dariku. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan dalam kondisi seperti ini. Ragu, aku duduk di sebelahnya dan mengusap punggungnya.

“Nick marah padaku. Dia tahu aku sempat bertemu dengan Minho setelah pesta waktu itu. Saat itu dia hanya diam. Tapi pembicaraanku dengan Minho tempo hari membuatnya marah besar seperti sekarang.”

“Apa yang terjadi?” sepertinya aku sudah benar-benar ketinggalan berita.

“Dia masih mencintaiku, Minho… dan aku tidak tahu kenapa aku begitu bahagia mendengarnya…”

“Hyo…” aku tahu seberapa mengerikannya hal itu. Apa Hyori benar-benar akan menghianati Nickhun? Bukannya mereka sudah bersama selama dua tahun? Dan selama itu Hyori terlihat sangat bahagia.

“Aku tahu, aku sudah berusaha bersikap rasional! Tapi Nick selalu mendesakku!”

Aku menarik napas dalam. “Hyo, ku rasa kau harus mencoba mengerti…” ku tatap lantai marmer dengan pandangan menerawang. “Tidak mudah bagi seseorang untuk bersaing dengan masa lalu pasangannya. Apalagi jika dia tahu kalau pasangannya mungkin masih mencintai seseorang di masa lalu itu…”

“Rasanya sangat berat, sungguh. Hingga kau berpikir mungkin lebih baik menyerah, dari pada di rongrongi rasa sakit yang tak terperi seperti itu.”

Seperti yang ku rasakan saat ini.

Padamu… dan Myung Soo…

 TBC

46 thoughts on “To be Miss Popular (5)”

  1. rumit bnget hbngan mreka thor -__- apa hyori msih punya perasaan sma minho? Dan apa myung jga msih menyukai hyori thor? Bagaimana kelanjutan hbngan mereka? Bagaimana nasib jiyeon thor?

Leave a comment